Seperti Aulia, Hayati Kaddam, CJH asal Kutai Timur, Kalimantan Timur, juga berjarak sama dekatnya dari lokasi kejadian saat itu. Ketika itu, bersama rekannya, Idawati, dia beristirahat sembari menunggu azan Magrib.
Cuaca buruk sekali kala itu. Gumpalan awan hitam dan tiupan angin kencang terlihat menakutkan.
Samsudin Senang, ketua rombongan 3 kelompok terbang (kloter) 7 embarkasi Balikpapan, juga mengingat, lantai 1 Masjidilharam terendam air setinggi mata kaki.
”Jamaah haji harus berhati-hati saat melangkah untuk menuju tempat salat di Masjidilharam,” ujarnya kepada Kaltim Post (Jawa Pos Group) melalui telepon.
Hayati menjelaskan, sudah jadi kebiasaan sejak tiba di Makkah pada 31 Agustus, jamaah disarankan untuk salat Asar, Magrib, dan Isya berjamaah di Masjidilharam. Itu sesuai arahan para pendamping rombongan haji.
Sekitar pukul 17.45 waktu setempat, papar dia, embusan angin yang disertai hujan makin kencang. Tak beberapa lama kemudian terdengar suara ledakan petir. Hayati yang sebelumnya dekat dengan tempat tawaf memilih masuk ke area masjid.
Bersama Idawati, dia mencari lokasi berlindung dari hujan yang kian deras. Beberapa saat kemudian, suara kencang lain terdengar. Braaakkk… Sebuah crane jatuh di salah satu sisi langit-langit masjid.
Hayati menyaksikan langsung beberapa orang tertimpa alat berat tersebut. ”Saya langsung menggenggam tangan Idawati, lalu kami berlari menjauhi tempat kejadian, berlindung agar tidak terkena reruntuhan atau serpihan susulan,” tutur dia.
Tak beberapa lama kemudian teriakan dan tangisan histeris bersahutan. Hayati dan Idawati semakin menjauhi tempat kejadian.
”Alhamdulillah, saya masih dalam lindungan Allah. Padahal, jarak saya dengan salah satu korban cukup dekat,” ungkapnya.
Kilat menggelegar yang disusul dengan ambruknya crane itu juga disaksikan Fauziah. CJH asal Makassar itu bergegas naik ke atas tangga begitu mendengar suara gemuruh benda besar yang jatuh.
”Saya berlari mengikuti arus jamaah yang menuju arah tempat sai,” kata Fauziah kepada Fajar (Jawa Pos Group).
Gedung tempat sai juga berdengung, seakan hendak runtuh. ”Karena itu, untuk menghindari kemungkinan buruk, saya pun berbalik arah,” ujarnya.
Namun, toh pemandangan yang membuat bulu kuduknya berdiri itu masih sempat dia saksikan. Di mana-mana terlihat ceceran dan genangan darah.
Jamaah bergelimpangan. Ada yang kena reruntuhan gedung, ada yang tertimpa baja crane. ”Ada pula yang kena pecahan marmer lantai yang terhantam baja crane dan pilar beton yang ambruk,” terang dia.
Fauziah pun lemas. Kakinya terasa seperti tak kuat berlari lagi. Bahkan, kemarin, sehari setelah kejadian, pemandangan kelam itu masih terus membayang. Begitu pula yang dirasakan Hayati.
”Jujur, saya trauma, agak takut. Tapi, saya tetap berusaha tenang karena harus melanjutkan prosesi ibadah haji,” ucap dia
Sumber: Jawa Pos